Jatuhkanlah bongkahan makanan ke tanah, maka hewan yang pertama
menjangkaunya adalah semut. Hal ini berlaku di sebagian besar daratan
tempat semut ada. Dalam hal jumlah individu dan biomassa (berat tubuh),
armada semut memang mendominasi di hampir seluruh habitat darat dunia.
Siang atau malam, pasukan semut tersebut dengan giat menjelajah daratan,
sehingga mereka dapat menemukan makanan sebelum hewan lain
menemukannya.
Dengan dominasi ekologis tersebut, wajarlah bila
semut dapat ditemukan dimana-mana. Dari gedung tinggi hingga hutan
lebat, dari pesisir pantai hingga daerah subalpin. Semut juga ada di
dalam tanah hingga pohon tinggi, di padang gurun hingga padang tundra.
Bahkan, saat ini Anda kemungkinan besar tidak jauh dari pekerja semut
yang sedang menjelajah di sekitar Anda.
Dominasi
semut juga tercermin dalam jumlah biomasa serangga. Dalam komposisi
biomassa serangga di dunia, setidaknya sepertiganya terdiri atas semut.
Jumlah tersebut cukup besar mengingat jumlah total spesies semut kurang
dari 2% jumlah total spesies serangga. Jumlah spesies semut di dunia
diperkirakan sekitar 20.000, dan 12.000 di antaranya telah diketahui
oleh sains. Di Indonesia sendiri ada sekitar 1.500 spesies yang telah
dideskripsikan, namun diperkirakan ada sekitar 500 spesies lagi yang
belum ditemukan.
Identifikasi spesies semut di Indonesia tergolong
sulit karena masih sedikitnya penelitian taksonomi semut di sini.
Meskipun demikian, tidak perlu penelitian yang rumit untuk mengetahui
berapa spesies semut yang berkeliaran di sekitar rumah kita. Bila
dilakukan pengamatan sederhana, dapat diketahui sedikitnya 3 spesies
semut berkeliaran di rumah. Beberapa spesies yang berbeda lagi dapat
ditemukan di halaman rumah.
Bila Anda mengamati komunitas semut di
sekitar Anda, jangan heran jika Anda menemukan beraneka spesies hidup
dalam area yang relatif sempit. Sebagian besar semut berukuran kecil,
yaitu dengan panjang kurang dari 5 mm. Dengan tubuh kecil ini, sumber
daya yang diperlukan untuk bertahan hidup relatif kecil pula. Dengan
demikian lebih banyak populasi semut dapat bertahan hidup dalam daerah
sempit dibandingkan dengan hewan-hewan yang berukuran lebih besar.
Apalagi,
koloni semut memiliki sistem pembagian tugas di armada pekerjanya.
Dalam sistem ini, setiap anggota koloni semut menjalankan
pekerjaan-pekerjaan tertentu sesuai dengan kebutuhan koloni saat itu.
Pekerjaan-pekerjaan koloni tersebut adalah mencari makan, membangun
sarang, menjaga dari musuh, merawat anakan, menghasilkan telur, atau
melakukan reproduksi. Dengan pembagian tugas ini, pekerjaan koloni
dilakukan secara efektif dan efisien sehingga meningkatkan ketahanan
serta kelangsungan hidup koloni.
Spesies-spesies
semut yang hidup berdampingan tersebut memiliki relung ekologis yang
berbeda-beda. Perbedaan relung ini mengurangi kompetisi antara koloni
semut yang dapat menekan populasi. Sebagai contoh, satu spesies semut
memilih untuk mencari partikel makanan berukuran kecil, spesies lain
memilih partikel makanan yang besar. Ada semut yang memilih bersarang di
tanah, ada yang di celah-celah kayu, ada pula yang di antara dedaunan
pohon. Ada semut yang aktif di malam hari, ada pula yang aktif siang
hari. Dengan adanya perbedaan strategi hidup ini, spesies-spesies semut
dapat berbagi sumber daya lingkungannya.
Semut menjejakkan
kaki-kaki kecilnya di bumi sejak 90 juta tahun yang lalu, mendahului
manusia yang baru muncul sekitar 250.000 tahun lalu. Meskipun demikian,
hanya sejak 10 juta tahun lalu jumlah spesies dan populasi semut
berkembang dan mencapai kelimpahan seperti saat ini. Dalam sejarah
hidupnya yang panjang, spesies-spesies semut berevolusi mengembangkan
adaptasi yang kompleks dan menarik dalam hal morfologi, fisiologi, serta
perilaku sosial. Contohnya adalah munculnya semut yang bertani, semut
peternak, semut parasit sosial, semut penganyam sutra, semut terbang,
semut raksasa, bahkan ada semut yang dapat meledakkan dirinya. Dengan
kompleksitas hidup yang demikian, tidak heran jika semut dianggap
sebagai titik puncak evolusi serangga, sama seperti manusia adalah
puncak evolusi vertebrata.
MACAM-MACAM SEMUT
Semut Pristomyrmex punctatus dengan aphid yang menjadi pasangan simbiosisnya:
Semut Crematogaster sp. bersama anakannya di dalam kayu lapuk:
Semut Paratrechina longicornis saling berinteraksi:
Semut hitam Dolichoderus thoracicus di permukaan daun:
Semut terbesar di dunia
SEMUT PALING BERBAHAYA DI DUNIA
Coptotermes Formosanus Shiraki
Ternyata,
hewan yang bernama Semut (Ant) ada juga yang berbahaya, meskipun
bentuknya gak seberapa besar, namun akibat yang dihasilkan sangat fatal.
Semut ini bernama: Coptotermes Formosanus Shiraki.
Adalah sejenis semut perang yang merupakan hama tanaman. Bentuk semut
ini besar, berbisa dan bisa dijumpai di tanah pekuburan, bukit berwarna
kemerahan.
Kini
semut mencapai dominasi dalam hal jumlah individu dan biomasa hewan
daratan. Di habitat alaminya, semut memiliki peran-peran ekologis yang
penting. Pada ekosistem daratan, semut adalah pemangsa utama terhadap
invertebrata kecil. Semut dapat menggali sejumlah besar tanah sehingga
menyebabkan terangkatnya nutrisi tanah. Semut membentuk simbiosis dengan
berbagai serangga, tumbuhan, dan fungi. Tanpa bersimbiosis dengan
semut, organisme tersebut akan menurun populasinya hingga punah. Selain
sebagai pemangsa, semut juga adalah mangsa yang penting bagi berbagai
serangga, laba-laba, reptil, burung, kodok, bahkan bagi tumbuhan
karnivora.
Peran yang dijalankan semut sedemikian penting sehingga
dikatakan bahwa jika semut punah, ribuan spesies hewan dan tumbuhan
akan ikut punah. Bahkan lebih dari itu, hampir semua ekosistem daratan
akan melemah karena berkurangnya kompleksitas ekosistem. Keberadaan
semut ini sering dibandingkan dengan keberadaan manusia serta perusakan
alam yang dilakukannya, yaitu bahwa jika manusia punah dari bumi ini,
lingkungan akan kembali kepada keseimbangan yang subur dan alami seperti
sebelum ledakan populasi manusia terjadi. Namun, sebenarnya keberadaan
manusia tidak mutlak harus merusak alam, karena manusia selalu memiliki
pilihan untuk merusak lingkungan atau memeliharanya. Hanya saja, manusia
harus lebih bijak dalam memutuskan pilihan dan tidak mengulangi
kesalahan yang telah dilakukannya.
Seandainya kita bisa mengerti
bahasa semut, mungkin mereka akan menegur, dan memberi jawaban pada
kita, dan kita dapat belajar dari mereka. Seperti para pemikir jaman
dahulu yang takjub melihat perilaku semut. Salomo pun berkata: “Hai
pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah
bijak…”