ohny Setiawan, astronom Indonesia, beserta astronom Eropa berhasil
menemukan tata surya tertua. Dunia baru tersebut terdiri atas satu
bintang yang dikelilingi oleh dua planet.
Tata surya tersebut
dikatakan tertua karena berumur 12,8 miliar tahun, hanya 900 juta tahun
lebih muda dari semesta yang tercipta lewat Big Bang pada 13,7 miliar
tahun lalu.
Bintang induk pada tata surya tersebut diberi nama HIP
11952 sesuai penamaan obyek dari katalog Hipparcos. Sementara kedua
planet yang mengorbit bintang tersebut diberi nama HIP 11952 b dan HIP
11952 c.
HIP 11952 juga dijuluki "Sannatana". Dalam bahasa
Sansekerta, kata tersebut berarti abadi atau purba, sesuai dengan
keunikan tata surya baru ini.
Sistem keplanetan yang baru saja
ditemukan ini diperkirakan terbentuk saat galaksi Bimasakti masih bayi
atau bahkan belum terbentuk. Jarak tata surya ini bahkan tak jauh, hanya
375 tahun cahaya dari Bumi.
"Ini sama perumpamaannya dengan menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah sendiri," ungkap Johny lewat e-mail yang diterima Kompas.com, Jumat (23/3/2012) lalu.
Dua
planet yang mengitari HIP 11952 ditemukan dengan metode kecepatan
radial. Teknik ini didasarkan pada observasi gerakan bintang induk
akibat planet-planet yang mengelilinginya.
Penelitian dilakukan
pada tahun 2009-2011 menggunakan spektrometer FEROS (Fibre-fed Extended
Range Optical Range Spectograph) pada teleskop 2,2 meter di
Observatorium La Silla, Cile.
Berdasarkan penelitian, diketahui
bahwa dua planet di tata surya baru ini ialah planet gas raksasa
berukuran 0,8 dan 2,9 kali Jupiter. Masing-masing berevolusi dengan
periode 7 dan 290 hari.
Anomali
Tata surya
baru ini bisa dikatakan anomali. Pasalnya, bintang induk pada sistem
keplanetan ini miskin logam, diperkirakan hanya 1 persen dari kandungan
logam Matahari.
Teori saat ini menyatakan bahwa bintang-bintang
dengan kandungan logam tinggi cenderung memiliki peluang lebih besar
untuk memiliki planet, dan sebaliknya.
Sejauh ini, HIP 11952b dan
HIP 11952c adalah temuan planet kedua yang mengelilingi bintang miskin
logam. Tahun 2010, ditemukan planet yang mengelilingi HIP 13044 yang
juga miskin logam.
Berdasarkan hasil penelitian, Johny mengatakan,
"Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan bahwa planet-planet
ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang yang kandungan
logamnya sedikit."
Tak cuma itu, Johny yang bertahun-tahun bekerja
di Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman, mengatakan
bahwa planet di sekelilling bintang melarat logam mungkin umum.
Observasi
pada bintang-bintang tua masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal
tersebut. Tim peneliti masih akan terus mencari jawabannya.
Secara
lebih luas, secara teoritis diketahui bahwa lingkungan awal semesta
hanya terdiri atas hidrogen dan helium. Unsur-unsur logam yang lebih
berat terbentuk lewat proses lebih lanjut seperti supernova.
Penelitian
ini menunjukkan bahwa manusia bisa berharap adanya planet-planet purba
yang terbentuk pada awal semesta, walau kondisinya dipandang kurang
memungkinkan.
Hasil penelitian Johny dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics yang terbit minggu ini. Johny kini mengabdi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin.
0 komentar:
Posting Komentar