Hari demi hari, komuitas muslim di Belanda mampu menghadapi beragam
tindakan pelecehan dan penodaan terhadap agama Islam dengan dewasa.
Boleh jadi kaum muslimin di sana berhak mendapat gelar ”Mujaddid Islam
Di Eropa”. Mereka menolak film ”Fitna” dengan cara-cara simpatik dan
kerja nyata. Mereka patut menjadi contoh bagi komunitas muslim di Eropa
yang lain dalam membela Islam.
Penolakan dengan bukti nyata dan
cara yang simpatik dari komunitas muslim di Belanda atas pelecehan itu,
menjadikan mayoritas warga Belanda bersimpati terhadap muslim Belanda
dan turut membela kesucian agama Islam dan menentang film ”Fitna”.
Ini
dibuktikan oleh dua Universitas Di Belanda (Groningen University dan
satu Universitas lagi) yang memfasilitasi tempat bagi mahasiswa muslim
untuk menunaikan shalat. Managemen dua Universitas ini menegaskan
menghormati semua agama. Bahkan dua Universitas ini secara khusus
menetapkan waktu bagi mahasiswa muslim untuk melaksanakan shalat Jum’at,
mencontoh yang berjalan di negara-negara Islam.
Muslim Belanda
mengadakan beragam kegiatan ke-Islaman, seperti diskusi ilmiyah, dialog
terbuka dengan ilmuwan, praktisi media Belanda, menjelaskan kepada
mereka bahwa Al Qur’an merupakan kitab yang berisi ibadah dan hidayah.
Sebagaimana
”Organisasi Pemimpin” di Belanda menyerukan kepada seluruh umat Islam
di Belanda untuk tidak berbuat anarkis dan kriminal atas pelecehan yang
ada. Karena respon yang anarkis itulah yang diinginkan oleh pelaku
fitnah dan pelesehan.
Sebuah tabloit di Belanda menyebutkan bahwa
apa yang dikehendaki pembuat film ”Fitna” tidak terjadi, bahkan umat
Islam merespon dengan dewasa, sehingga menjadikan warga Belanda menyerbu
perpustakaan dan toko di Amsterdam. Warga Belanda membeli mushhaf Al
Qur’an elektronik yang diterjemahkan dalam bahasa Belanda dalam jumlah
besar. Bahkan di pasaran stok mushhaf itu habis.
Komunitas Muslim
di Belanda menyadari bahwa Belanda adalah ” Negeri Sejuta Muslim”. Di
mana jumlah umat Islam di sana terus bertambah dan penganutnya terkenal
taat dengan ajaran agamanya secara baik dibandingkan dengan kelompok
masyarakat lainnya.
Di Belanda, Jumlah muslim yang taat beragama
sekitar 30% dari total jumlah penganut ajaran agama yang taat lainnya.
Padahal statistik resmi mengisyaratkan bahwa jumlah umat Islam hanya 5%
saja dari total jumlah penduduk. Menempati urutan keempat setelah
Kristen Protestan 23%, Katolik 32% dan kelompok yang tidak menganut
ideolagi apapun sebesar 38%.
Pada tahu 1947 warga negara Indonesia
dan Suriname yang beragama Islam masuk ke Belanda. Pada akhir tahun
enam puluhan dan awal tahun tujuh puluhan banyak pekerja dari Turki dan
Maghrib yang masuk ke Belanda.
Komunitas Turki di Belanda paling
besar jumlahnya, mencapai 310 ribu penduduk, berikutnya komunitas
Maghrib 277 ribu warga, Suriname 60 ribu. Selebihnya dari Irak, Somalia,
Pakistan, Mesir, Suria, Ethiopia, Negeria. Mayoritas mereka menganut
ahlus sunnah.
Orang Belanda mengatakan bahwa negeri mereka adalah
”Pintu Gerbang Eropa”, karena posisi strategis dan peranan penting yang
dimainkan oleh negeri ini. Banyak gereja-gereja yang dijual kepada umat
Islam dan berubah fungsi menjadi masjid dan tempat ibadah.
Di awal
komunitas muslim bermukim di Belanda, mereka berinteraksi dengan
masyarakat setempat dengan baik, yang menjadikan warga setempat
menghormati keyakinan umat Islam. Umat Islam mulai membangun tempat
ibadah, diperbolehkan kumandang Adzan dengan pengeras suara meskipun
sekali dalam seminggu.
Sebagaimana juga komunitas muslim
mendirikan tempat pemotongan hewan sebanyak lima ratus tempat, praktek
penyembelihan dengan cara-cara syariah, terutama pada musim kurban.
Sebagimana perusahaan-perusahaan dan tempat-tempat yang memperkerjakan umat Islam memberi kesempatan ibadah shalat, shaum Ramadhan, liburan khusus hari raya, memfasilitasi tempat shalat dan menjaga makanan yang halal.
Sebagimana perusahaan-perusahaan dan tempat-tempat yang memperkerjakan umat Islam memberi kesempatan ibadah shalat, shaum Ramadhan, liburan khusus hari raya, memfasilitasi tempat shalat dan menjaga makanan yang halal.
Shalat Isya’ bagi warga Belanda terbilang cukup sulit,
terutama akhir bulan Mei sampai awal Agustus setiap tahunnya. Di mana
Belanda merupakan negeri yang terletak di bagian negara-negara yang
matahari tidak tenggelam kecuali hanya sebentar saja. Yaitu jeda antara
waktu Shalat Isya’ dan shalat subuh kurang dari empat puluh menit saja.
Bahkan kadang fajar sudah terbit sebelum tenggelamnya syafaq (batas
selesai waktu shalat Isya’). Hampir mustahil menunaikan shalat Isya’
bagi yang tinggal di ujung Utara.
Tambah sulit ketika ibadah shaum
Ramadhan musim Panas. Yaitu sulit menunggu shalat Isya’ kemudian shalat
tarawih kemudian langsung sahur pada waktu yang sangat singkat. Kadang
kurang dari dua puluh menit saja. Berbeda dengan jeda antara shalat
Maghrib dan Isya’ bisa berjam-jam. (it/ut)
0 komentar:
Posting Komentar